Rabu, 08 Februari 2012

Cerpen : Penyesalan


 
Pagi yang cerah, Sang mentari menyinarkan sinar abadinya seperti biasa. Begitu pula suara burung-burung gereja yang bersemayam di pohon cemara dekat kolam ikan koi. Ditambah hiruk pikuk suara mesin bis yang sudah dipenuhi penumpang dan kendaraan bermotor lainnya yang hilir mudik di jalan raya tepat di depan rumahku. Tak ketinggalan aroma sedap masakan mama tercinta yang tak kalah lezat dengan masakan chine’s food atau france’s food. Sungguh pagi yang sempurna. Aku telah selesai sarapan dan segera meluncur ke tempat studiku. Seperti biasa, aku menjadi pendatang pertama di kelas. Memang sejak SD, aku sudah mendapat predikat siswa terrajin di kelas dan di pertemananku. Aku sudah terbiasa dengan hal ini. Karena sejak kecil aku dipaksa untuk menjadi anak yang disiplin. Bahkan tak pernah sekalipun aku terlambat atau bahkan bangun kesiangan. Kalimat itu takkan pernah ada dalam kamus hidupku. Aku mulai membaca buku teori evolusi darwin yang baru kubeli kemarin hanya untuk sekedar menghilangkan kesendirianku. Kelas masih terasa sunyi hingga jarum jam menunjukkan pukul 06.10 wib. Maklum saja, bel masuk masih akan berdering duapuluh menit lagi. Halaman demi halaman telah kubaca hingga pada halaman 72. Akhirnya suasana kelas mulai ricuh, satu persatu penghuni kelas telah datang, meski belum begitu banyak. Terlihat pula populasi hawa yang sedang asyik bergosip ria di bangku belakang. Jelas terdengar mereka membicarakan gosip selebriti-selebriti  tanah air yang terupdate. Ada pula yang datang terengah-engah karena kabur dari kejaran petugas tatib yang telah mengintainya sejak di ujung jalan depan sekolah.
” hey Bro... baca buku apaan tuh?, asik banget…..”
“ehh, kamu udah datang. Kapan datangnya? Kok aku nggak tau kamu datang". Jawab Deva tanpa ekspresi.
”tuhh kan temennya dateng aja kamu nggak nyadar. Asik sendiri sih kamu". Balas Wicky sedikit kesel.
”ya maaf.... habis bukunya seru banget. Apalagi sesuai dengan bahasan kita nanti.”
“emang buku apaan sihh, tuebell banget.....”
”buku sains, tentang Teori Evolusi Darwin. Aku baru beli kemaren, kamu mau pinjem?.”
”hahhh.... nggak heran deh, seorang Andreva Raditya nggak akan pernah lepas dari buku sains. Ogah ahh Dev, denger judulnya aja aku udah ngantuk. Apalagi mau baca buku setebel itu. Bisa pake kacamata kuda aku ntar.... jawab Wicky sambil cekikikan.”

Tet....tet....tet.......
Bel tiga kali telah berdering. Tanda proses belajar mengajar akan segera dimulai. Aku mendengarkan penjelasan yang disampaikan bapak ibu guru dengan amat sangat seksama. Materi demi materi  telah menancap dalam memoriku, hingga tak terasa bel pulang begitu cepat berbunyi. Segera aku menuju mushola untuk sholat dzuhur berjamaah. Lima menit kemudian sholat telah usai, satu persatu jamaah telah bergegas pulang.
”Dev... Deva.... panggil Naya dari belakang.”
”Iya, ada apa Nay?”
”aku mau minta tolong sama kamu. Ajarin aku fisika dong Dev, aku nggak ngerti tentang materi yang dijelaskan pak Sarno tadi. Plisss.... kamu nggak ada acara kan?”
”mmmmht.... nggak ada kok. Okelah, aku bisa bantu kamu. Emang yang nggak ngerti yang mana?”
”itu loo, tentang bahasan yang ini. Duhhh, susah banget aku nggak ngerti-ngerti.”
”ohh... yang ini. Gini loo.... jelas deva pada naya panjang lebar”
“ohh... begitu ya. Akhirnya... paham juga. Makasih banyak ya Dev. Kamu emang teman yang paling baik dan genius dehh pokoknya. Sorry nihh, aku udah ngrepotin kamu. Lebih tepatnya sering ngrepotin kamu sihh. Hhehee....”
”ahh nggak apa-apa Nay, sesama teman kan harus saling membantu. Lagi pula buat apa aku pintar kalau nggak mau bantu temen. Kalau ada kesulitan lagi tanyain aja ke aku". Jawab Deva.
”bener nihh?....”
”iya.”
”ya udah, sekali lagi makasih banyak ya Dev. Kalau begitu aku pulang dulu. Kamu hati-hati ya dijalan. Ucap Naya mengakhiri diskusi mereka.”
”yupp... balas Deva singkat.”

Akupun segera pulang dengan tunggangan sehari-hariku yang setia menemani kemanapun aku mau. Tak lupa kupakai kelengkapan berkendaraku demi melindungi isi kepala dan tubuhku. Tapi yahh, beginilah diriku. Mengajari Naya yang baru saja kulakukan bukanlah kali pertama bagiku. Berjibun orang selalu datang padaku, entah itu tetangga, sepupu, ponakan, atau teman yang tak segan-segan memintaku untuk menjadi guru mereka dan bahkan ada pula yang memintaku untuk menyelesaikan PR mereka atau juga hanya sekedar menjadi perpustakaan keliling. Namun, aku tak pernah keberatan melakukan itu semua. Tapi terkadang aku merasa kesal jika mereka tak kunjung paham. Sesungguhnya aku tak ingin terlalu bangga dengan apa yang telah kuraih dan kumiliki. Prestasi dan penghargaan yang bertubi-tubi kuraih dengan mudah, mulai dari  piala olimpiade sains, lomba cerdas cermat, juara umum hingga predikat siswa terbaik dan paling berprestasi tingkat nasionalpun telah kuraih. Berbagai piala telah bertengger baik di etalase sekolah maupun ruang kamarku hingga tak ada celah lagi untuk memajangnya. Sampai-sampai tak ada cerita masa remajaku yang begitu spesial. Semua terkesan monoton dan hanya berlalu dengan prestasi, piala, pujian dan penghargaan. Tak seperti remaja-remaja lain yang sibuk menebar pesona pada cewek-cewek cantik, pacaran dengan cewek sana-sini, ngegombalin cewek, dan pokoknya semua tentang lawan jenis tak masuk dalam catatan masa remajaku. Namun aku sangatlah bangga dengan diriku. Dan apa mau dikata, takdir tak dapat dihindari, dan inilah perjalanan hidupku.

*****

Detik demi detik, hari demi hari, bulan demi bulan, hingga tahun demi tahun bangku SMA aku lalui dengan bahagia tanpa ada sedikit cacat. Semua kuraih dengan sempurna. Tak terasa masa abu-abu akan segera berakhir. Hiruk pikuk kelas, saat guru sedang marah, ulangan harian, cinlok, nyontek, persaingan nilai, remidi, marah-marahan dengan teman, canda tawa, upacara tiap hari senin dan bahkan seragam putih abu-abu akan segera berlalu. Ujian Akhir Nasional sudah didepan mata. Besok perjuangan selama 3 tahun akan dipertaruhkan di atas selembar kertas berstempel Dinas Pendidikan. Usaha dan doa tak henti-hentinya ku lakukan agar dapat memperoleh kertas berstempel Dinas Pendidikan yang bertuliskan kata ”LULUS” dan tentunya dengan hasil yang sempurna.
Tak terasa matahari telah menuju ufuk barat. Langit mulai gelap dan sang matahari telah berganti bulan. Malam sungguh menakjubkan, berhiaskan bulan sabit yang bersinar terang serta hamburan bintang melengkapi hamparan langit yang luas. Termasuk satu bintangku yang malam ini bersinar paling terang. Namun entah mengapa malam ini perasaanku sedikit tidak tenang. Mungkin karena besok aku harus berjuang demi masa depanku dan demi mama. Satu-satunya penyemangat hidup yang masih kupunya. Lebih jelasnya lagi aku sudah tak punya papa sejak usiaku masih 8 tahun. Aku sendiri tak ingat pasti bagaimana kronologi kecelakaan yang merenggut nyawa papa dan adikku yang ketika itu masih sangat balita. Entah mengapa Tuhan hanya mengizinkan aku dan mama yang tetap bertahan hidup di dunia ini hanya untuk mencicipi pahitnya kenyataan.
” tok ... tok ... tok ... Deva.”
Aku sontak tersadar dari lamunanku. Terdengar suara dari balik pintu kamar. Suara yang sangat lembut dan lirih, suara yang penuh kehangatan dan kasih sayang yang takkan sirna sampai kapanpun.
”iya ma.... jawabku sembari berdiri diikuti langkah kakiku.”
”kamu nggak belajar?, tanya mama ingin tau.”
”emmmb... udah selesai dong ma. Semua materi mulai dari A sampai Z pun aku udah hafal.”
“jangan begitu. Kamu nggak boleh sombong Deva. Mama tau kamu anak yang cerdas. Segala penghargaan telah kamu raih. Tapi kalau hati kamu sombong, dalam sekejap semua itu akan sirna dan sia-sia.”
”iya ma.... mama tenang aja, Deva selalu teliti dan penuh kehati-hatian dalam mengerjakan sesuatu. Ini bahkan lebih mudah bila dibandingkan saat Deva harus mewakili olimpiade kimia di Jepang.”
”ya sudah, cepat tidur. Jangan lupa berdoa dan jangan lupa sama nasehat mama. Selamat malam...." ucap mama sambil pergi meninggalkanku.
”selamat malam juga ma....”

Namun entah mengapa malam ini hujan turun begitu lebat. Disertai angin dan halilintar bersahut-sahutan. Terasa tak seperti biasanya, malam ini terasa begitu dingin sampai menusuk hingga ke ulu hati. Serta suara petir yang tak henti-hentinya menggelegar. Ingin aku tak terhanyut dalam suasana seram itu, namun semakin larut mataku semakin sulit kupejamkan. Hatiku semakin terasa tak tenang, takut, cemas, gusar, bingung dan entah apa lagi aku sendiri merasa lain malam ini. Aku tenangkan semua itu dengan minum air putih sebelum selanjutnya mengambil air wudhu dan sholat tahajud. Akhirnya pagi pun menjelang. Aku berangkat ke sekolah dengan hati, mental, dan pikiran  seperti biasanya tanpa ada beban walau kejadian hari inilah yang akan menentukan masa depanku kelak.
Tet…tet…tet…..
Bel telah berbunyi. Semua murid bergegas memasuki kelas sesuai dengan bangku masing-masing. Tak lama kemudian pengawas mulai memasuki kelas dan selang beberapa waktu kami telah memulai mengerjakan soal. Dua jam telah berlalu, bel berakhirnya mengerjakan soal telah berdering. Kami semua harus mengumpulkan lembar jawaban pada pengawas. Seusai itu, kami semua diperbolehkan pulang kerumah masing-masing. Begitu pula hari-hari berikutnya tetap berjalan seperti hari ini. Tak ada soal yang kurasa sulit. Aku mengerjakan soal-soal UN itu dengan mudah dan aku sangat percaya diri bahwa akulah yang akan menjadi lulusan terbaik tingkat nasional tahun ini. Hingga tak terasa hari yang ditunggu-tunggu para kaum putih abu-abu besok akan tiba. Yahh, pengumuman hasil UN kami akan dibacakan besok. Dengan penuh kebanggaan dan kepedean, aku sudah menyiapkan kata-kata bilamana teman-teman berbondong-bondong mengucapkan selamat atas kesempurnaan UN ku besok. Namun apa mau dikata, tak ada yang tau takdir Ilahi pada umatnya.

*****

Pagi telah tiba, dan kini jarum jam tepat menunjuk ke angka 6 dan 12 atau bisa diterjemahkan menjadi jam 6 pagi. Tidurku semalam terasa lebih nyenyak, tak seperti sebelum-sebelumnya. Padahal aku tau empat jam lagi penentu masa depanku akan diumumkan. Hasil UN yang telah dinanti berjuta-juta kaum SMA akhirnya sudah di pelupuk mata. Termasuk diriku yang tak merasakan firasat apa-apa. Hari ini semua terasa biasa, tapi ada sesuatu yang menghantui diriku yang selalu hadir dalam bunga tidurku semenjak UN berlangsung dan tiga hari sebelum hari ini. Entah apa itu, hanya terlihat sesosok hitam dan kelam kemudian lenyap dalam kegelapan. Hingga saat inipun, sosok misterius dalam mimpiku itu masih menjadi teka-teki besar bagiku. Adakah arti dari mimpi itu. Entahlah , namun aku hanya menganggap itu sebagai bunga tidur yang tak berarti apa-apa. Untuk apa memikirkan hal yang masih tabu, padahal berpikir rasional adalah prinsipku.
”Dev, ayo cepat berangkat. Mama sudah siap. Seru mama sambil menyemprotkam parfum jasmine yang menambah aroma elegan ke tubuhnya.”
”iya ma...." sahut ku dari dalam kamar.

Lima belas menit kemudian sampailah kami di sekolah. Semua wali murid mulai memadati kelas yang telah ditentukan sebelumnya. Aku dan teman-teman sudah tak sabar meneriakkan kata LULUS yang sudah sampai di ubun-ubun ini. Detik-detik menegangkan telah dimulai. Satu persatu wali murid telah keluar dengan membawa amplop putih di tangan kanan mereka. Kini semua telah bersorak-sorai meluapkan kelulusan mereka yang sudah tak terbendung lagi.
”horre.... AKU LULUS!!!... Thank’s god!!" teriak Wicky, teman sebangkuku. 
Sedangkan teman-teman lainnya ada yang menangis terharu amat bahagia, ada yang langsung sujud syukur, ada yang berteriak-teriak lulus tak henti-hentinya dan adapula yang meluapkan kebahagiaan mereka dengan menciumi orangtua mereka.
”hey coy, gimana milikmu? Hhahaha... aku sangat teramat seneng banget Dev. Akhirnya nggak sia-sia aku jadi temen sebangkumu selama ini. Thank’s ya lu udah ngasih gue contekan. Cerocos Wicky yang tampak sangat bahagia.”
”he’emm.... jawabku singkat”
Tapi entah mengapa ada yang aneh kali ini. Semua teman-temanku telah meraih hasil lulus mereka, tapi kenapa hingga saat ini mama belum juga keluar membawa amplopku. Selidikku dalam hati penuh tanda tanya. Mungkinkah karena hasilku yang begitu cumlaude, hingga amplopku diberikan yang paling akhir. Seharusnya tidak, tapi aku mencoba tetap berdiri disini penuh kesabaran. Sampai akhirnya retinaku menemukan sosok penuh kasih sayang itu. Yahh.... akhirnya mama keluar beserta amplop itu. Segera kubuka dan kuperhatikan benar secara seksama sebuah kata yang tertulis diatas selembar kertas putih itu. Bagai tersambar petir disiang bolong, aku sungguh tak percaya dengan torehan tinta ini. Tak terbesit sedikitpun dalam pikir akan jalan hidupku yang seperti ini. Bahkan inipun seribu kali lebih mengerikan dibanding jatuh ke dalam jurang, melihat pembunuhan, atau bahkan melihat setanpun akan mengalahkan rasa yang sedang kualami ini. ”TIDAK LULUS”, dua kata yang menjadi momok UN dan tak ada seorangpun yang mau memperoleh kata itu. Dan secepat kilat pula, kabar ini telah menyebar ke seluruh penjuru telinga. Semua guru, teman, tetangga, kerabat serta orang-orang yang mengenal akan prestasiku selama ini, amat sangat terkejut sekali dengan hal ini. Begitu pula mama dan terlebih aku.

*****

Semenjak hari itu, tepatnya setelah aku dinyatakan tidak lulus hidupku berubah 360 derajat. Dalam sekejap semua prestasi, piala dan penghargaan itu sudah tak berarti apa-apa lagi. Diriku semakin depresi akibat tak mampu menerima kenyataan yang ada. Hal itu telah menghancurkan mentalku. Aku malu dengan teman-temanku, guru-guruku, tetangganku, sanak saudaraku, dan terutama aku malu pada mama. Aku mulai berontak dan meluapkan emosiku pada jalan yang salah. Merokok, mabuk, dugem  telah mendarah daging dalam jiwaku. Aku tak peduli apa kata orang, aku benci mereka semua, aku benci guru, aku benci menjadi anak baik lagi dan aku benci Tuhan yang telah menimpakan takdir seperti ini padaku. Tak pernah aku melewatkan perintahnya mulai dari yang wajib hingga yang sunnah sekalipun, tak pernah absen sholat lima waktu, sholat sunnah, membagi ilmuku pada teman-teman, puasa sunnah, dan tak henti-hentinya bersyukur dengan bersedekah pada anak yatim. Namun, Engkau balas semua takwaku dengan kenyataan pahit ini. Tuhan memang tak adil, mengapa mereka yang bodohpun bisa lulus namun aku yang begitu jenius tidak lulus.
Kini akupun semakin menjadi-jadi. Sejak mengenal narkoba aku mulai menemukan hal yang lebih gila lagi. Dengan narkoba aku bisa melupakan semua kenyataan pahit ini. Dengan narkoba pula aku mulai melakukan seks bebas. Aku menghambur-hamburkan uang hanya untuk memperoleh kenikmatan sesaat. Hingga suatu hari nyawaku hampir melayang akibat overdosis. Untung saja mama segera melarikanku ke Rumah Sakit. Selama ini mama tak mengetahui bahwa aku telah menggunakan narkoba. Maklum saja, mama terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga tak sempat satu menit saja menanyakan kabarku. Sejak kejadian itu, semua harta terkuras habis karena digunakan untuk membiayai pengobatanku. Setiap kali aku usai direhabilitasi, aku mulai kecanduan lagi, begitu seterusnya. Hingga suatu hari mama dipanggil oleh Sang Maha Pencipta dan pergi dari sisiku untuk selama-lamanya dalam kehidupannya yang begitu berat akibat ulah-ulah bodohku. Kini aku tak punya siapa-siapa lagi hingga waktu ajalku tiba nanti.

*****
           
       1 tahun kemudian.....
            Aku terbaring lemah tak berdaya di dalam sebuah kamar sederhana bercat putih yang hanya berhiaskan foto mama yang sengaja kuminta untuk dipasang tepat di depan tempatku tidur. Tak kuasa rasanya melihat tubuhku yang semakin hari semakin kering kerontang hingga tinggal tulang belulang. Kini hidupku sudah benar-benar tak berarti lagi. Setahun yang lalu, setelah mama dipanggil Sang Pencipta dokter memvonisku positif terinfeksi HIV AIDS akibat pergaulan bebasku. Ajal terasa semakin dekat, bahkan sangat dekat. Dan kini terasa sudah sampai di urat leherku. Hingga tepat pukul 04.00 pagi, akhirnya aku mengehembuskan nafas terakhirku. Entah siksaan macam apa yang akan aku terima di neraka nanti. Namun dalam lubuk hatiku yang terdalam, 24 jam sebelum malaikat izrail menjemputku, hatiku terketuk sebuah rasa sesal dan malu rasanya diri ini pada Tuhan. Ingin aku kembali ke masa lalu dan menghapus semua yang telah kulakukan. Aku menyadari bahwa diri ini terlalu sombong hingga Engkau memberi cobaan yang ternyata aku tak mau melawannya. Akulah orang terbodoh di dunia ini. Aku telah meninggalkan ajaran-Mu dan memilih jalan yang sesat. Aku terlampau asyik dengan dunia baruku hingga aku mengerjakan semua yang Engkau larang. Kini, aku baru menyadari arti pertanda-Mu itu. Ya Tuhan.... maafkanku. Dengan kesungguhan hati aku kembali bersimpuh kepada Mu dan rasanya diri ini haus akan sholat-Mu, puasa-Mu, dan semua perintah-Mu. Kutahu, pintu taubat-Mu selalu terbuka, namun aku tak mau terlambat datang kesana. Bagaimanapun, di pintu-Mu kelak aku mengetuk. Walau aku tak tau berapa lama lagi waktuku ini. Ya Allah.... berilah senyum terakhir-Mu kepadaku sebelum mata ini tertutup meninggalkan dunia yang sesaat ini. Dan damaikanlah raga ini di kehidupan yang lebih kekal nanti.

**THE END**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar